Dari Likes Menjadi Loyalitas: Strategi Membangun Kepercayaan pada Era Influencer Digital
29 April 2025
72
Suka
Pada era media sosial yang serba cepat, membangun kepercayaan bukan lagi sekadar soal konten menarik, tetapi soal keterhubungan emosional dan nilai yang dirasakan audiens. Seorang influencer harus memiliki strategi untuk membangun kepercayaan audiens. Salah satunya lewat pendekatan living netnography, yaitu metode observasi langsung terhadap interaksi nyata di media sosial. Dengan menggunakan metode tersebut, influencer dapat merancang strategi pemasaran yang lebih autentik, berdaya emosional, serta selaras dengan nilai-nilai budaya audiens.
Dari penelitian terbaru, ditemukan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas audiens pada influencer, antara lain:
1. Autentisitas Sebagai Fondasi Utama Kepercayaan
Autentisitas adalah kunci utama untuk membangun kepercayaan antara influencer dan audiens. Influencer yang konsisten menunjukkan penggunaan produk secara nyata, serta berbicara jujur tentang kelebihan dan kekurangannya, bisa mendapatkan loyalitas audiens yang lebih besar. Ini tercermin dari komentar-komentar yang penuh rasa percaya, dimana audiens hanya membeli produk setelah mendapatkan rekomendasi dari influencer yang mereka percayai.
2. Keterlibatan Emosional Memperkuat Ikatan
Keterlibatan emosional menjadi faktor krusial dalam membentuk hubungan yang lebih dalam. Audiens tidak hanya menghargai informasi, tetapi juga merasa terhubung secara personal melalui interaksi hangat, cerita yang relatable, dan respons positif influencer terhadap komentar mereka. Emotikon seperti hati (??) dan senyum (????) dalam komentar memperkuat bukti keterikatan emosional yang terbangun.
3. Inklusivitas Ekonomi Menjadi Pertimbangan Audiens
Audiens menunjukkan sensitivitas terhadap rekomendasi produk-produk yang berharga tinggi. Mereka menginginkan influencer yang memahami keberagaman daya beli pengikutnya. Kritik-kritik ringan dengan emoji seperti “????” menunjukkan bahwa keterjangkauan harga menjadi pertimbangan penting dalam membangun kepercayaan jangka panjang.
4. Responsif Terhadap Kritik Membentuk Dinamika Kolaboratif Influencer yang mampu menerima kritik konstruktif dan merespon dengan baik, bisa mendapatkan kepercayaan yang lebih kuat. Audiens senang ketika opini mereka diakui, sehingga menciptakan hubungan dua arah yang saling membangun. Humor dalam komentar kritis, misalnya dengan emoji “????”, menunjukkan adanya budaya diskusi yang sehat dan tidak konfrontatif.
5. Peran Nilai Budaya dan Religiusitas dalam Membangun Kepercayaan
Nilai-nilai kepercayaan, kejujuran, dan moderasi yang berakar dari ajaran budaya dan agama (seperti prinsip Amanah dan Qana'ah dalam Islam) memperkuat kedekatan antara influencer dan audiens, terutama di masyarakat non-Barat. Influencer yang secara natural mencerminkan nilai-nilai ini dianggap lebih autentik dan dapat dipercaya.
Membangun kepercayaan di media sosial lebih kompleks daripada sekadar membagikan konten yang menarik. Diperlukan autentisitas, keterlibatan emosional, sensitivitas terhadap kondisi ekonomi audiens, keterbukaan terhadap kritik, dan keselarasan dengan nilai-nilai budaya untuk membangun loyalitas yang kuat. Dengan menerapkan strategi yang lebih transparan, empatik, dan berorientasi pada nilai, influencer dapat meraih dan mempertahankan kepercayaan audiens dalam jangka panjang.
*Note:
Ulasan di atas merupakan rangkuman dari:
Wijaya, Riesanti E., Fabeil, N. F., Osman, Z., Mauliyah, N. I., Harkaneri, & Siddiqui, B. (2025). From likes to loyalty: A netnographic study on trust-building in influencer-audience interactions on social media. Global Advances in Business Studies, 4(1), 14-25.